AWALILAH DENGAN BELAJAR TAUHID!
Pembicara: Ustadz Afifi Abdul Wadud hafizhahullah
Penyusun: Aditya Mursid, santri Ma’had al-Mubarok angkatan ke-1
Pengantar
Seorang Muslim wajib mempelajari ilmu agamanya sebagaimana Rasul kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah, shahih)
Namun sayangnya, banyak dari kaum muslimin yang belum mengetahui darimana memulai belajar agamanya. Banyak dari mereka memulai dari Fiqih. Padahal mafhum bahwa dalam fiqih, banyak sekali perbedaan pendapat dari para ulama seperti yang kita tahu yang masyhur adalah fiqih empat madzab. Pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa Islam adalah agama “perbedaan pendapat” sehingga semua perbedaan pendapat bisa dan harus ditoleransi. Perbedaan pendapat adalah rahmat kata mereka.
Ada juga sebagian yang mempelajari Islam dari belajar Sejarah dan kisah-kisah Islam yang sayangnya tidak dibedakan riwayat yang shahih dengan yang tidak. Akhirnya mereka berpendapat Islam adalah agama “PERANG”, penuh dengan kekerasan. Salah kaprah inilah yang seharusnya tidak terjadi andai saja kaum muslimin mengetahui hal-hal pokok yang harus diprioritaskan dalam belajar agama Islam.
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda (yang artinya): “Aku memulai dengan apa yang Allah mulai.” (HR. Muslim no. 1218). Allah dan Rosul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun agama seorang hamba dari masalah aqidah.
Pentingnya Tauhid Bagi Seorang Muslim
Alasan pertama: Azas dan pokok dibangunnya semua ajaran Islam dimana semua amalan hamba tidak akan bermanfaat jika tidak didasari aqidah yang benar. Kepribadian seorang muslim yang sempurna diumpamakan oleh Alloh seperti pohon yang sempurna.
Alloh berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَآءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. [Ibrahim:24-25].
Tambahan Keterangan:
Imam Al-Baghawi rahimahullah menyatakan, “Hikmah dari penyerupaan iman dengan pohon ialah pepohonan tidak dikatakan sebagai pohon (yang baik), kecuali memiliki tiga hal. Memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh dan cabang yang tinggi. Demikian juga iman. Tidaklah iman itu sempurna, kecuali dengan tiga hal. Yaitu pembenaran hati, ucapan lisan dan amalan anggota tubuh.” [Tafsir Al-Baghawi 3/33]
Demikian juga Ibnul Qayyim mengomentari hal ini dengan pernyataannya, “Ikhlas dan tauhid ialah satu pohon di hati. Cabangnya ialah amalan, dan buahnya ialah kehidupan yang baik di dunia dan nikmat yang abadi di akhirat. Sebagaimana buah-buahan syurga, tidak terputus dan tidak tercegah mengambilnya; maka buah tauhid dan ikhlas di duniapun demikian. Adapun kesyirikan, dusta dan riya’ merupakan satu pohon di hati, buahnya di dunia perasaan takut, sedih, duka, kesempitan dan kegelapan hati dan buahnya di akhirat buah zaqqum dan adzab yang abadi. Kedua pohon ini telah dijelaskan Allah dalam surat Ibrahim.” [Al-Fawa’id, hal 214-215].
Tauhid Membuahkan Akhlak Mulia
Akarnya ibarat Aqidah tauhid yang mengakar kuat tak tergoyahkan yang melandasi pokok-pokok keimanannya, batang dan cabangnya ibarat amal sholeh yang dilandasi oleh iman dan aqidah yang shahihah dan buahnya tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri tapi juga manusia lain berupa akhlak yang mulia.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقاً، وخياركم خياركم لنسائهم
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik diantara kalian, adalah orang yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan shahih.”)
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ الَّرحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهِ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : بُنِيَ الإسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ, وَحَجِّ الْبَيْتِ, وَصَوْمِ رَمَضَانَ. (رواه البخاري و مسلم)
Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata : Aku pernah mendengar Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam dibangun atas lima pekara. (1) Persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasul Allah, (2) mendirikan shalat, (3) mengeluarkan zakat, (4) melaksanakan ibadah haji, dan (5) berpuasa Ramadhan”. [HR Bukhari dan Muslim].
Bangunan yang pondasi yang paling pokok adalah (1) Persaksian bahwa tiada Tuhan/sesembahan -yang benar- selain Allah, dan Muhammad Rasul Allah (Tauhid)
Alasan kedua: Amalan sholeh tidak akan diterima kecuali dilandasi aqidah dan tauhid yang benar. Allah Azza wa Jalla berfirman:
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ تَقْوَىٰ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَم مَّنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya itu yang lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke neraka Jahannam? Dan Allah tidaklah memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. [at-Taubah/9:109].
Ayat ini menerangkan kepada kita bahwa walaupun amalannya sama (membangun masjid), akan sangat jauh berbeda kualitasnya dan diterima tidaknya amalan itu bergantung pada aqidah yang melandasinya.
Alasan ketiga: Dakwah semua nabi dan rosul dimulai dari dakwah aqidah dan tauhid. Mereka membangun manusia dari akar dan pijakan yang sama yaitu aqidah.
Alloh berfirman: Surat an-Nahl [16] ayat 36:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat (agar mereka :menyerukan): “Sembahlah Alloh semata dan jauhilah thaghut (setan dan apa yang disembah selain Alloh Ta’ala).”
Manusia yang tidak memiliki aqidah yang benar, di hati mereka akan menafikan pengagungan terhadap Rabb mereka. Jika hal ini terjadi, maka pintu-pintu kekufuran, kebid’ahan, dan kemaksiatan akan mudah sekali terbuka.
Alasan keempat: Hati yang dihiasi Aqidah dan Tauhid yang benar akan membuahkan semangat yang berkobar untuk bersegera beramal dengan cara yang benar. Amalannya akan terasa indah dan manis bagi mereka. Manis dan lezatnya iman telah dirasakan oleh para sahabat, generasi terbaik dari umat Islam. Salah satu contoh teladan adalah kisah salah satu sahabat anshor. Dari Ubay bin Kaab radhiyallahu’anhu dia berkata:
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ لاَ أَعْلَمُ رَجُلاً أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ وَكَانَ لاَ تُخْطِئُهُ صَلاَةٌ – قَالَ – فَقِيلَ لَهُ أَوْ قُلْتُ لَهُ لَوِ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِى الظَّلْمَاءِ وَفِى الرَّمْضَاءِ . قَالَ مَا يَسُرُّنِى أَنَّ مَنْزِلِى إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ إِنِّى أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِى مَمْشَاىَ إِلَى الْمَسْجِدِ وَرُجُوعِى إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « قَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ »
“Dulu ada seseorang yang tidak aku ketahui seorang pun yang lebih jauh rumahnya dari masjid selain dia. Namun dia tidak pernah luput dari shalat. Kemudian ada yang berkata padanya atau aku sendiri yang berkata padanya, “Bagaimana kalau engkau membeli unta untuk dikendarai ketika gelap dan ketika tanah dalam keadaan panas.” Orang tadi lantas menjawab, “Aku tidaklah senang jika rumahku di samping masjid. Aku ingin dicatat bagiku langkah kakiku menuju masjid dan langkahku ketika pulang kembali ke keluargaku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah telah mencatat bagimu seluruhnya.” (HR. Muslim no. 1546).
Akhirnya, seorang muslim yang memiliki hati yang penuh iman yang didasari dengan aqidah tauhid yang shahihah maka setiap ujian yang menimpanya akan dihadapi dengan penuh sabar dan syukur.
Allah Ta’ala berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ (35)
“Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).
Hal inilah yang menjadikan para sahabat radhiyallahu’anhum mampu menghadapi segala penderitaan dengan kekokohan keimanan. Kisah-kisah para sahabat seperti kisah Bilal bin Rabbah, keluarga Ammar bin Yasir, Khobab bin Al-Aratt merupakan contoh para ahli tauhid menghadapi segala ujian dalam kehidupan mereka.
Referensi Tambahan:
http://almanhaj.or.id
http://rumaysho.wordpress.com